BATAM, kabarkarimun.co.id – Anggota DPRD Provinsi Kepri, Sirajudin Nur mengusulkan anggaran jaminan kesehatan pada APBD Provinsi Kepri tahun 2024 sebesar Rp11 miliar.
Tingginya warga miskin di Kepri menjadi dasar pengalokasian anggaran tersebut. Hal ini terungkap dalam rapat kerja bersama Dinas Sosial Provinsi Kepri beberapa waktu lalu di Kota Batam.
“Masih banyak warga miskin khususnya di daerah perkotaan, dan desa belum terdaftar dalam DTKS di Provinsi Kepri, maka kami usulkan pengalokasian anggaran kesehatan sebesar Rp11 miliar. Tujuannya agar warga miskin bisa tercover,” ungkap Sirajudin Nur, Rabu (4/10/2023).
Anggota Komisi IV DPRD Kepri ini memperkirakan terdapat 34 ribu jiwa warga miskin, atau rawan miskin yang luput dari pendataan di Provinsi Kepri.
Pasalnya, pembaharuan data kemiskinan di Kepri juga berjalan lambat. Belum sepenuhnya update.
“Faktanya, beberapa warga yang sudah meninggal dunia masih aktif terdaftar sebagai warga miskin dalam DTKS Pemda. Termasuk masyarakat yang mampu masih ada yang terdaftar sebagai warga miskin,” beber Sirajudin Nur.
Disisi lain, Sirajudin menyoroti tentang kinerja pendataan warga miskin yang tidak tepat sasaran. Artinya tidak dilakukan secara sungguh sungguh, dan valid oleh pemerintah daerah.
Oleh karenanya, Sirajudin Nur menggesa agar Pemprov Kepri melalui Dinas Sosial untuk secara terus menerus melakukan pendampingan atau monitoring guna memastikan warga yang benar-benar miskin bisa terdata.
Mengingat salah satu fungsi DTKS adalah sebagai data dasar bagi warga miskin untuk menerima program bantuan pemerintah seperti Jamkesda.
“Pada APBD 2023 , Pemprov Kepri menganggarkan dana Jamkesda sebesar Rp5 miliar. Angka ini terbilang kecil dibandingkan dengan provinsi lain yang secara jumlah penduduk, dan pertumbuhan ekonominya relatif sama,” tukas pria yang akrab disapa Sira ini.
Idealnya, lanjut Sira, dengan jumlah warga miskin mencapai 100 ribu jiwa, anggaran untuk Jamkesda minimal di sediakan sebesar Rp11 miliar setiap tahun.
“Tujuannya, agar tidak ada lagi warga miskin yang tidak terlayani untuk berobat karena kendala biaya,” papar Sira.
Sebaliknya, program BPJS PBI yang menjadi harapan warga miskin juga belum sepenuhnya mampu mengcover keseluruhan warga miskin. Karena itu program alternatif dari pemda seperti Jamkesda sangat dibutuhkan.
Khususnya bagi Nelayan, dan pekerja pekerja informal yang masuk dalam kategori miskin.
“Kita masih menghadapi persoalan warga miskin yang tidak tercover program jaminan kesehatan, baik itu program JKN-KIS maupun Jamkesda. Karena itu saya mendesak agar Pemprov memaksimalkan pendataan, dan memperbesar anggaran Jamkesda menjadi Rp11 miliar pertahun,” tutupnya. (njo)